Selasa, 27 Mei 2008

Mawar Perhentian Bis

Jason duduk dalam bis yang penuh sesak dan menatap keluar jendela. Pada usia 23 tahun, ia merasa beban seluruh dunia terletak dipundaknya.
Ia bekerjakeras di pekerjaan konstruksinya dan bekerja kasar dengan jam kerja yang panjang. Namun gajinya sepertinya tak pernah mencukupi, khususnya karna sekarang Clare, istrinya, sedang mengandung. Tatkala ia memperhatikan perut Clare yang kian membesar, ia khawatir... Apakah aku akan menjadi penyedia yang baik? Apakah aku akan menjadi ayah yang baik? Dan bagaimana dengan Clare?
Ia mendesah. Aku tak pernah membelikannya bunga seperti dulu. Spertinya gajinya tidak mengizinkan kemewahan2 sperti itu lagi. Ia teringat akan senyum Clare ketika ia pertama kali memberikan mawar. Mreka habis berjalan bergandengan tangan disepanjang jalan yang dipadati orang. Cahaya matahari menyinari rambut pirangnya, sementara tawanya mengubah dunia menjadi negeri ajaib.Waktu itu hari VALENTINE, dan menuruti dorongan hatinya, ia membayar $20 kepada seorang penjaja keliling untuk selusin mawar cantik bertangkai panjang. Ia tersenyum kala teringat akan pandangan yang ada dalam mata Clare yang berwarna ungu ketika ia dengan santun mempersembahkan bunga2 itu kepadanya. Senyuman Clare yang lembut meluluhkan hatinya.
Betapa ia rindu untuk melihat Clare tersenyum seperti itu lagi.
Jason menghela nafas dalam-dalam. Kalau saja aku bisa menunjukkan kepadanya betapa aku sangat menghargainya, pikirnya letih. Dan inilah Hari Valentine dan aku pulang dengan tangan hampa.
Bis itu melengking berhenti, dan pintu terbuka bagi seorang pria renta yang berpakaian rapi dalam stelan coklat pudar. Mata birunya yang baik mengintip keluar dari balik lensa-lensa tebal kacamatanya, dan rambut putihnya melekat di atas kedua telinganya, membuat bagian atas kepalanya hampir gundul. Pria tua itu berjalan dengan menyeret kaki di gang antar kursi bis sebelum menunjuk ke kursi kosong di samping Jason.
"Pak, apakah kursi ini kosong?"
Jason menganggukkan kepala, "Ya, silahkan duduk."
Pria tua itu mendudukan diri di kursi itu, menggenggam sebuket mawar merah cantik yang terbungku tissue putih. Jason bisa menghirup keharumannya tatkala pria tersebut dengan hati2 memegang tangkai2 yang terbungkus itu.
"Apakah bunga ini untuk istri anda?" tanya Jason.
Pria tua itu menggangguk. "Saya telah memberinya selusin mawar merah setiap hari Valentine sejak ia mencuri hati saya lebih dari 50 tahun silam."
Jason tersenu,. "Istri saya juga menyukai mawar."
"Sudah berapa lama kalian menikah?" pria tua itu bertanya.
"Hampir setahun." Jaon terkjut mendapati dirinya berkata, "dan sebentar lagi akan hadir si kecil."
"Saya harap anda melakukan sesuatu yang istimewa untuknya hari ini," kata pria tua itu sambil tergelak penuh perhatian.
Jason menunduk menatap kedua tangannya yang kasar karna kerja keras. "Saya ingin sekali, tapi..."
Kedua pria itu masuk dalam keheningan, sementara bis itu meraung melintasi jalan2 kota sampai tersentak berhenti di sebuah pemberhentian bis yang dihiasi barisan pohon-pohon.
Si pria tua bangkit dari kursinya. "Ini pemberhentianku."
Sambil melangkah ke gang antar kursi, ia berpaling dan menyodorkan mawar merah itu kepada Jason. "Bunga-bunga ini untukmu, Nak. Istriku pasti ingin istrimu memilikinya."
Sebelum Jason sempat mengajukan protes, pria tua itu telah masuk ke dalam kehangatan senja hari.
Sewaktu bis itu bergerak menjauh, Jason masih memperhatikan pria itu berjalan perlahan ke arah padang rumput hijau yang bersinar terang dalam cahaya matahari. Namun pandangannya mengabur tatkala pria tua itu berhenti di gerbang dari besi tempa berwarna hitam dan mendorongnya terbuka. Siluet gelap kata-kata gerbang itu menyatakan dalamnya kemurahan hati pria renta itu. Kata-kata itu berbunyi, "TAMAN MAKAM OAK VIEW."

Tidak ada komentar: